Sabtu, 21 Juni 2014

ASAS-ASAS TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM

A. ASAS-ASAS  TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
       Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
       Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.
       Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:

1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1!)
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu awfuu bial'uquudi uhillat lakum bahiimatu al-an'aami illaa maa yutlaa 'alaykum ghayra muhillii alshshaydi wa-antum hurumun inna allaaha yahkumu maa yuriidu
Artinya : [5:1] Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu388. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.

2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.

3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa’ 4: 29!)
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa ta/kuluu amwaalakum baynakum bialbaathili illaa an takuuna tijaaratan 'an taraadin minkum walaa taqtuluu anfusakum inna allaaha kaana bikum rahiimaan
Artinya : [4:29] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu287; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.


4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim)

5. Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud.
B. Penerapan Transaksi Ekonomi dalam Islam
Salah satu contoh penerapan transaksi ekonomi dalam islam adalah dalam melakukan jual beli. Berikut ulasannya.

Jual Beli

a. Pengertian, Dasar Hukum, dan Hukum Jual Beli
Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).
Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qui’an dan Hadis. Ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang jual beli antara lain Surah Al-Baqarah, 2: 198 dan 275 serta Surah An-Nisa’ 4: 29.
b. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
• Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli).
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:
1) Berakal
2) Balig
3) Berhak menggunakan hartanya
• Sigat atau ucapan ijab dan kabul
Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).
• Barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:
1) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal
2) Barang itu ada manfaatnya
3) Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain
4) Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya
5) Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas
• Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sekarang ini berupa uang)
Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:
1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli.
3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa barang) dan tidak boleh ditukar dengan barang haram.
c. Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkan karena adanya sesuatu hal, misalnya ada cacat pada barang.
d. Macam-macam jual beli
1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam).
Contoh :
a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.
b) Jual beli air mani hewan ternak.
c) Jual beli hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir).
d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid).
Karena sebab-sebab lain misalnya:
a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.
b) Mempersulit peredaran barang.
c) Merugikan kepentingan umum.
Contoh :
1. Mencegat para pedagang yang akan menjual barang-barangnya ke kota, dan membeli barang-barang mereka dengan harga yang sangat murah, kemudian menjualnya di kota dengan harga yang tinggi.
2. Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama terhadap barang vital.
3. Menjual barang yang akan digunakan oleh pembelinya untuk berbuat maksiat.
4) Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk memengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang tersebut adalah teman si penjual (najsyi).
5) Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan melampaui harga pasaran.
2. Simpan Pinjam

Rukun dan syarat utang piutang atau pinjam meminjam, menurut hukum Islam adalah:
a. Yang berpiutang (yang meminjami) dan yang berutang (peminjam), syaratnya sudah balig dan berakal sehat.
b. Barang (uang) yang diutangkan atau dipinajmakan adalah milik sah dari yang meminjamkan

Azas-Azas Transaksi dalam Ekonomi Islam

Hokum islam yang mengatur hubungan kepentingan antarsesama manusia yang menyangkut ekonomi dan bisnis dikenal dengan sebutan hokum (fiqih) mu’amalah. Mu’amalah merupakan aspek hokum islam yang ruang lingkupnya luas. Pembahasan aspek hokum islam yang bukan termasuk ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji bisa di sebut mu’amalah. Namun, dalam perkembangannya, hukum islam dibidang mu’amalah dapat dibagi lagi menjadi munakahat (perkawinan), jinayah (pidana), dan mu’amalah dalam arti khusus mengenai urusan ekonomi dan bisnis dalam islam.

 Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, materi fiqih muamalah terbatas pada aspek ekonomi dan hubungan kerja (bisnis) yang lazim dilakukan, seperti jual beli dan sewa-menyewa.

Dalam Al-Quran atau hadis, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam bermu’amalah. Prinsip-prinsip dasar yang di maksudkan, yaitu sebagai berikut.

1. Asas suka sama suka, yaitu kerelaan yang sebenarnya, bukan kerelaan yang bersifat semu dan seketika. Oleh karena itu, Rosulullah mengharamkan bai al garar (jual beli yang mengandung unsure spekulasi dan penipuan)

2. Asas keadilan, yaitu adanya keseimbangan, baik produksi, cara memperolehnya, maupun distribusinya.

3. Asas saling menguntungkan, yaitu tidak ada satu pihakk pun yang dirugikan.

4. Asas saling menolong dan saling membantu.

Dalam kehidupan di era modern dan globalisasi saat ini, banyak transaksi ekonomi yang tidak mengindahkan azas-azas islam tersebut, misalnya jual beli barang haram, terjadinya pemalsuan produksi, pelanggaran hak cipta, pembajakan dan lain sebagainya. Jika ditelusuri lebih seksama, akibat transaksi yang melanggar normatersebut sangat merugikan. Adapun yang dirugikan segabian besar adalah konsumen terutama dari lkalangan masyarakat awam. Oleh karena itu, penerapan azas-azas islam dalam transaksi ekonomi sangat dibutuhkan. Ajaran aslam menerapkan azas kejujuran dan suka sama suka dalam bertransaksi ekonomi sehingga akan tercipta tingkat kepuasan (satisfaction) yang tinggi pada orang-orang yang bertransaksi.

Dengan adanya tingkat kepuasan yang tinggi, maka akan terjalin hubungan harmonis antar pihak dengan dasar saling membutuhkan dan saling menguntungkan
 Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah berlandasan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (falah). Pradigma dasar ini menekankan bahwa setiap aktifitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktifitas usaha.

Syariah merupakan ketentuan hukum islam yang mengatur aktifitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku kepentingan entitas yang melakukan transaksi syariah.

Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip:
Persaudaraan (ukhuwah);
Keadilan (‘adalah);
Kemaslahatan (masalah);
Keseimbangan (tawazun);
Universalisme (syumuliyah).

Prinsip ukhuwah berarti bahwa transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong. Ukuhuwah dalam transaksi syariah melingkupi berbagai aspek, yaitu:
Saling mengenal (ta’aruf),
Saling memahami (tafahum),
Saling menolong (ta’awun),
Saling menjamin (takaful), dan
Saling bersinergi (tahaluf).*

Karateristik Transaksi Syariah
Implementasi trasaksi yang sesuai dengan pradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi karateristik dan persyaratan antara lain:
Karateristik hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida,
Prinsip kebebasan transaksi diakui sepanjang objeknya hal dan baik (toyyib),
Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas,
Tidak mengandung unsur riba,
Tidak mengandung unsure kezaliman,
Tidak mengandung unsur maysir,
Tidak mengandung unsure gharar,
Tidak mengandung unsure haram,
Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan resiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk),
Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungansemua pihak tanpa merugikan orang lain sehingga tidak diperkenenkan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunkan dua transaksi bersmaan yang berkaitan(ta’alluq) dalam satu akad,
Tidak ada distori harga melalui rekayasa permintaan(najasy), mupun melalui rekayasa penawaran, dan
Tudak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap(risywah).

* Rizal yaya, akuntansi perbankan syariah:teori dan praktik kontemorer, (jakarta: salemba empat,2009),hlm 81.

 asas asas transaksi ekonomi dalam islam(materi agama islam)
  Penerapan Transaksi Ekonomi Dalam Islam

     1. Jual Beli
              a. Pengertian Dasar Hukum dan Hukum Jual Beli
Jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/ menjual barang) dan pembeli (pihak yang membayar/ membeli barang yang dijual).
Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist. Seperti dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa, 4: 29.

Mengacu kepada ayat Al-Qur’an dan Hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, haram, dan makruh.
              b. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya dihukumi sah menurut syara’.
Syarat bagi orang yang melaksanakan akad jual beli :
1)      Berakal
2)      Balig
3)      Berhak mengunakan hartanya.
Allah SWT berfirman :
Ÿ
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
Sigat atau ucapan ijab dan Kabul
Ulama fikih sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli.
Syarat barang yang diperjualbelikan :
1)      Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal. Barang haram tidak sah diperjualbelikan.
2)      Barang itu ada manfaatnya.
3)      Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain.
4)      Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya.
5)      Barang itu hendaklah di ketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuk dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
Syarat bagi nilai tukar barang yang dijual :
1)      Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2)      Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya menggunakan cek atau kartu kredit.
3)      Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah, maka nilai tukarnya tidak boleh dengan barang haram.
     c. Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual-belinya atau membatalkan karena adanya suatu hal. Hukum Islam membolehkan hak khiyar agar tidak terjadi penyesalan bagi penjual maupun pembeli.
Adapun khiyar itu bermacam-macam, yaitu :
1)      Khiyar majelis ialah khiyar yang berlangsung selama penjual dan pembeli masih berada di tempat jual beli.
2)      Khiyar syarat ialah khiyar yang dijadikan sebagai syarat pada waktu akad jual beli. Khiyar syarat dibolehkan dengan ketentuan tidak boleh lebih dari tiga hari tiga malam semenjak akad.
3)      Khiyar ‘aib (khiyar cacat) maksudnya pembeli mempunyai hak pilih, untuk mengurungkan akad jual belinya karena terdapat cacat pada barang yang dibelinya.
     d. Macam-macam Jual Beli
              Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain :
1)      Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun  dan syaratnya.
2)      Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya atau jual beli itu pada dasr dan sifatnya tidak disyariatkan. Contoh :
-  Jual beli sesuatu yang termasuk najis
-  Jual beli air mani hewan ternak
-  Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
3)      Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid), terjadi karena sebab-sebab berikut:
-  Merugikan si penjual
-  Mempersulit peredaran barang
-  Merugikan kepentingan umum
     2. Simpan Pinjam
Rukun dan syarat pinjam meminjam menurut hukum Islam adalah sebagai berikut :
1)      Yang berpiutang dan yang berutang, syaratnya sudah balig dan berakal sehat. Yang berpiutang, tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok piutang. Sedangkan peminjam tidak boleh melebihi atau menunda-nunda pembayaran utangnya.
2)      Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian utang atau pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang mengembalikan lebih dari pokok hutangnya.
     3. Ijarah
     a. Pengertian
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah , sewa, jasa, atau imbalan. Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’I adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
              Dasar hukum ijarah berasl dari Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah Q.S Az-Zukhruf, 43:32, Q.S At-Talaq, 65:6, Q.S Al-Qasas, 28:26.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Qasas, 28:26  :
ôMs9$s% $yJßg1y‰÷nÎ) ÏMt/r’¯»tƒ çnöÉfø«tGó™$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó™$# ‘“Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
            Artinya :
 “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”.
Hadist yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah hadist dari Ibnu Umar r.a yang artinya “Berikanlah upah/ jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya” (H.R. Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani, dan Tirmizi).
     c. Macam-macam Ijarah
1)      Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk dipergunakan, maka ulama fikih sepakat boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
2)      Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
     d. Rukun dan Syarat Ijarah
Syarat-syarat akad (transaksi) Ijarah adalah sebagai berikut :
1)      Kedua orang yang bertransaksi sudah balig dan  berakal sehat.
2)      Kedua pihak bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak terpaksa atau dipaksa.
3)      Barang yang akan disewakan diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
4)      Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5)      Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
6)      Hal yang disewakan tidak termkasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
7)      Objek ijarah adalah sesuatu yang bisa disewakan.
8)      Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Rukun-rukun ijarah menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut :
1)      Orang yang berakal
2)      Sewa/ imbalan
3)      Manfaat
4)      Sigat atau ijab Kabul
     e. Berakhirnya Akad Ijarah
Karena ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan, maka hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut :
1)      Objek ijarah hilang atau musnah.
2)      Habisnya tanggang waktu yang disepakati dalam akad/ taransaksi ijarah.
D. Kerjasama Ekonomi dalam Islam
     1. Syirkah
Syirkah berarti perseroan atau persekutuan, yaitu pearsekutan antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang keuntungan atau hasilnya untuk mereka bersama.
Termasuk syirkah yang sesuai dengan ketentuan syara’, apabila syirkah itu dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah, sabar, tawakal, jujur, saling percayaantara sesama anggota syarikat, dan bersih dari unsur-unsur kecurangan atau penipuan.
Syirkah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.      Syarikat harta (syarikat ‘inan)
              Syarikat harta yaitu akad dari dua orang atau lebih untuk berkongsi pada harta yang ditentukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Adapun rukun dalam syarikat harta itu adalah :
1)      Sigat atau lafal akad (ucapan perjanjian)
2)      Angota-angota syarikat
3)      Pokok atau modal dan pekerjaan
Dalam kehidupan modern, bentuk daripada syarikat harta misalnya Firma, C.V (Commanditaire Venootschaf), P.T (Perseroan Terbatas).
Syarikat kerja
              Syarikat kerja adalah gabungan dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis pekerjaan dengan ketentuan bahwa hasil dari pekerjaan dibagikan kepad seluruh anggota syarikat sesuai dengan perjanjian.
Manfaat syarikat kerja adal;ah sebagai berikut :
1)      Menjalin hubungan persaudaraan, khususnya sesama anggota syarikat.
2)      Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteran anggota syarikat.
3)      Menyelesaikan dengan baik pekerjaan-pekerjaan besar.
4)      Melahirkan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang ekonomi, dan kebudayaan, serta bidang keamanan dan pertahanan.
     2. Mudarabah
              Menurut istilah, mudarabah atau qirad adalah pemberian modal dari pemilik modal kepada seseorang yang akan memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung-rugi ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian antara keduanya pada waktu akad. Hukum melakukan mudarabah itu dibolehkan (mubah), bahkan dianjurakan oleh syara’ karena di dalamnya terdapat unsure tolong-menolong dalam  kebaikan.
Rukun dalam mudarabah atau qirad adalah :
1)      Muqrid (pemilik modal) dan muqtarid (yang menjalankan modal), hendaknya sudah balig, berakal sehat dan jujur.
2)      Uang atau barang yang dijadikan modal harus diketahui jumlahnya.
3)      Jenis usaha dan  tempatnya hendaknya disepakati bersama.
4)      Besarnya keuntungan bagi masing-masing pihak, hendaknya sesuai dengan kesepakatan pada waktu akad.
5)      Muqtarid  hendaknya bersikap jujur (amanah).


     3. Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah
a. Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara’ah ialah paruhan hasil sawah atau ladang antara pemilik dan penggarap, sedangkan benihnya berasal dari pemilik. Jika benihnya berasal dari penggarap disebut mukhabarah.
Muzara’ah dan mukharabah diperbolehkan dalam Islam dan sesuai dangan ketentuan syara’ dalam pelaksaannya tidak ada unsur kecurangan dan pemaksaan. Ketentuan yang harus dipenuhi dalam Muzara’ah dan mukharabah yaitu :
1)      Pemilik dan pengarap harus balig, berakal sehat, dan amanah.
2)      Ladang yang digarap betul-betul milik orang yang menyerahkan ladangnya untuk digarap.
3)      Hendaknya ditentukan lamanya masa pengarapan.
4)      Pembagian hasil ditentukan berdasarkan musyawarah antara dua belah pihak.
5)      Kedua belah pihak hendaknya menaati ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama.
b.   Musaqah
            Musaqah adalah paruhan hasil kebun antara pemilik dan penggarap yang besar bagian masing-masingnya sesuai dengan perjanjian pada saat akad.
Ada hadist yang menyebutkan bahwa Rasulallah SAW pernal melaksanakan Musaqah. Berikut kutipan arti hadist tersebut :
“Dari Ibnu Umar : ‘Sesungguhnya Nabi SAW telah menyerahkan kebun miliknya, kepada penduduk Khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian, mereka akan diberi sebagian dari hasilnya baik dari buah-buahan atau hasil tanaman (palawija).” (H.R. Muslim)
     4. Sistem Perbankan yang Islami

Sistem perbankan yang Islami maksudnya adalah system perbankan yang berdasar dan sesuai dangan ajaran Islam yang dapat dirujuk pada Al-Qur’an dan Hadist. Sistem perbankan yang Islami dikelola oleh Bank Syariah, yaitu lembaga yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran, serta peredaran uanng yang pengoperasiannya disesuaikan dengan syariat Islam.

     5. Sistem Asuransi yang Islami
Menurut bahasa, kata asuransi (Arab : At-Ta’min) berarti pertanggungan. Sedangkan menurut istilah asuransi adalah akad antara penanggung dan yang mempertanggungkan sesuatu.

Ulama fikih sepakat bahwa asuransi dibolehkan dangan catatan cara kerjanya sesuai dengan ajaran Islam, yaitu ditegakkannya prinsip keadilan, dihilangkannya unsur maisir (untung-untungan), perampasan hak dan kezaliman serta bersih dari riba.

1 komentar: