A.
ASAS-ASAS TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
Ekonomi
adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih
kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan
hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi,
misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan
perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar
(asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang
(pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari
hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah,
5: 1!)
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu awfuu bial'uquudi
uhillat lakum bahiimatu al-an'aami illaa maa yutlaa 'alaykum ghayra muhillii
alshshaydi wa-antum hurumun inna allaaha yahkumu maa yuriidu
Artinya : [5:1] Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah aqad-aqad itu388. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.
2. Syarat-syarat transaksi dirancang dan
dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari
hukum syara’ dan adab sopan santun.
3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa
ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa’ 4: 29!)
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa ta/kuluu
amwaalakum baynakum bialbaathili illaa an takuuna tijaaratan 'an taraadin
minkum walaa taqtuluu anfusakum inna allaaha kaana bikum rahiimaan
Artinya : [4:29] Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu287; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi
dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari
segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW
melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim)
5. Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang
dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria
dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.
Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam
Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi,
yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud.
B. Penerapan Transaksi Ekonomi dalam Islam
Salah satu contoh penerapan transaksi ekonomi dalam
islam adalah dalam melakukan jual beli. Berikut ulasannya.
Jual Beli
a. Pengertian, Dasar Hukum, dan Hukum Jual Beli
Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara
penjual (yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai
pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).
Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama
manusia, di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qui’an dan Hadis. Ayat
Al-Qur’an yang menerangkan tentang jual beli antara lain Surah Al-Baqarah, 2:
198 dan 275 serta Surah An-Nisa’ 4: 29.
b. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah
ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah
menurut syara’ (hukum Islam).
• Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual
dan pembeli).
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan
pembeli adalah:
1) Berakal
2) Balig
3) Berhak menggunakan hartanya
• Sigat atau ucapan ijab dan kabul
Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual
beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada
dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan
kabul (dari pihak pembeli).
• Barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara
lain:
1) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal
2) Barang itu ada manfaatnya
3) Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi
sudah tersedia di tempat lain
4) Barang itu merupakan milik si penjual atau di
bawah kekuasaannya
5) Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual
dan pembeli dengan jelas
• Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern
sekarang ini berupa uang)
Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual
adalah:
1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli
harus jelas jumlahnya.
2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada
waktu transaksi jual beli.
3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau
Al-Muqayadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa
barang) dan tidak boleh ditukar dengan barang haram.
c. Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi si penjual dan si
pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkan karena adanya sesuatu
hal, misalnya ada cacat pada barang.
d. Macam-macam jual beli
1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual
beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil)
yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual
beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran
Islam).
Contoh :
a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti
bangkai dan daging babi.
b) Jual beli air mani hewan ternak.
c) Jual beli hewan yang masih berada dalam perut
induknya (belum lahir).
d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan
penipuan.
3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid).
Karena sebab-sebab lain misalnya:
a) Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.
b) Mempersulit peredaran barang.
c) Merugikan kepentingan umum.
Contoh :
1. Mencegat para pedagang yang akan menjual
barang-barangnya ke kota, dan membeli barang-barang mereka dengan harga yang
sangat murah, kemudian menjualnya di kota dengan harga yang tinggi.
2. Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama
terhadap barang vital.
3. Menjual barang yang akan digunakan oleh
pembelinya untuk berbuat maksiat.
4) Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk
memengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang
yang menawar barang tersebut adalah teman si penjual (najsyi).
5) Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain
tidak membeli, walaupun dengan melampaui harga pasaran.
2. Simpan Pinjam
Rukun dan syarat utang piutang atau pinjam meminjam,
menurut hukum Islam adalah:
a. Yang berpiutang (yang meminjami) dan yang
berutang (peminjam), syaratnya sudah balig dan berakal sehat.
b. Barang (uang) yang diutangkan atau dipinajmakan
adalah milik sah dari yang meminjamkan
Azas-Azas Transaksi
dalam Ekonomi Islam
Hokum islam yang
mengatur hubungan kepentingan antarsesama manusia yang menyangkut ekonomi dan
bisnis dikenal dengan sebutan hokum (fiqih) mu’amalah. Mu’amalah merupakan aspek
hokum islam yang ruang lingkupnya luas. Pembahasan aspek hokum islam yang bukan
termasuk ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji bisa di sebut
mu’amalah. Namun, dalam perkembangannya, hukum islam dibidang mu’amalah dapat
dibagi lagi menjadi munakahat (perkawinan), jinayah (pidana), dan mu’amalah
dalam arti khusus mengenai urusan ekonomi dan bisnis dalam islam.
Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, materi fiqih
muamalah terbatas pada aspek ekonomi dan hubungan kerja (bisnis) yang lazim
dilakukan, seperti jual beli dan sewa-menyewa.
Dalam Al-Quran atau
hadis, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam
bermu’amalah. Prinsip-prinsip dasar yang di maksudkan, yaitu sebagai berikut.
1. Asas suka sama suka,
yaitu kerelaan yang sebenarnya, bukan kerelaan yang bersifat semu dan seketika.
Oleh karena itu, Rosulullah mengharamkan bai al garar (jual beli yang
mengandung unsure spekulasi dan penipuan)
2. Asas keadilan, yaitu
adanya keseimbangan, baik produksi, cara memperolehnya, maupun distribusinya.
3. Asas saling
menguntungkan, yaitu tidak ada satu pihakk pun yang dirugikan.
4. Asas saling menolong
dan saling membantu.
Dalam kehidupan di era
modern dan globalisasi saat ini, banyak transaksi ekonomi yang tidak
mengindahkan azas-azas islam tersebut, misalnya jual beli barang haram,
terjadinya pemalsuan produksi, pelanggaran hak cipta, pembajakan dan lain
sebagainya. Jika ditelusuri lebih seksama, akibat transaksi yang melanggar
normatersebut sangat merugikan. Adapun yang dirugikan segabian besar adalah
konsumen terutama dari lkalangan masyarakat awam. Oleh karena itu, penerapan
azas-azas islam dalam transaksi ekonomi sangat dibutuhkan. Ajaran aslam
menerapkan azas kejujuran dan suka sama suka dalam bertransaksi ekonomi
sehingga akan tercipta tingkat kepuasan (satisfaction) yang tinggi pada
orang-orang yang bertransaksi.
Dengan adanya tingkat
kepuasan yang tinggi, maka akan terjalin hubungan harmonis antar pihak dengan
dasar saling membutuhkan dan saling menguntungkan
Paradigma Transaksi
Syariah
Transaksi syariah
berlandasan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh tuhan sebagai
amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat
manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual
(falah). Pradigma dasar ini menekankan bahwa setiap aktifitas umat manusia
memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan
akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktifitas usaha.
Syariah merupakan
ketentuan hukum islam yang mengatur aktifitas umat manusia yang berisi perintah
dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan tuhan
maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku
umum dalam kegiatan muamalah mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan
pemangku kepentingan entitas yang melakukan transaksi syariah.
Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah
berdasarkan pada prinsip:
Persaudaraan (ukhuwah);
Keadilan (‘adalah);
Kemaslahatan (masalah);
Keseimbangan (tawazun);
Universalisme
(syumuliyah).
Prinsip ukhuwah berarti
bahwa transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi sosial dan harmonisasi
kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling
tolong menolong. Ukuhuwah dalam transaksi syariah melingkupi berbagai aspek,
yaitu:
Saling mengenal
(ta’aruf),
Saling memahami
(tafahum),
Saling menolong
(ta’awun),
Saling menjamin
(takaful), dan
Saling bersinergi
(tahaluf).*
Karateristik Transaksi
Syariah
Implementasi trasaksi
yang sesuai dengan pradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi
karateristik dan persyaratan antara lain:
Karateristik hanya
dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling rida,
Prinsip kebebasan
transaksi diakui sepanjang objeknya hal dan baik (toyyib),
Uang hanya berfungsi
sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas,
Tidak mengandung unsur
riba,
Tidak mengandung unsure
kezaliman,
Tidak mengandung unsur
maysir,
Tidak mengandung unsure
gharar,
Tidak mengandung unsure
haram,
Tidak menganut prinsip
nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat
dalam kegiatan usaha terkait dengan resiko yang melekat pada kegiatan usaha
tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without
accompanying risk),
Transaksi dilakukan
berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungansemua
pihak tanpa merugikan orang lain sehingga tidak diperkenenkan menggunakan
standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunkan dua transaksi
bersmaan yang berkaitan(ta’alluq) dalam satu akad,
Tidak ada distori harga
melalui rekayasa permintaan(najasy), mupun melalui rekayasa penawaran, dan
Tudak mengandung unsur
kolusi dengan suap menyuap(risywah).
* Rizal yaya, akuntansi
perbankan syariah:teori dan praktik kontemorer, (jakarta: salemba
empat,2009),hlm 81.
asas asas transaksi
ekonomi dalam islam(materi agama islam)
Penerapan Transaksi Ekonomi Dalam Islam
1. Jual Beli
a. Pengertian Dasar Hukum dan
Hukum Jual Beli
Jual beli adalah
persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/
menjual barang) dan pembeli (pihak yang membayar/ membeli barang yang dijual).
Jual beli sebagai
sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai dasar hukum
dari Al-Qur’an dan Hadist. Seperti dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa, 4: 29.
Mengacu kepada ayat
Al-Qur’an dan Hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi
tertentu, hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, haram, dan makruh.
b. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual
beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual
belinya dihukumi sah menurut syara’.
Syarat bagi orang yang
melaksanakan akad jual beli :
1) Berakal
2) Balig
3) Berhak mengunakan hartanya.
Allah SWT berfirman :
Ÿ
“Dan janganlah kamu
serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka
belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik.”
Sigat atau ucapan ijab
dan Kabul
Ulama fikih sepakat,
bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli.
Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan
ijab (dari pihak penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli.
Syarat barang yang
diperjualbelikan :
1) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang
halal. Barang haram tidak sah diperjualbelikan.
2) Barang itu ada manfaatnya.
3) Barang itu ada di tempat, atau tidak ada
tetapi sudah tersedia di tempat lain.
4) Barang itu merupakan milik si penjual
atau di bawah kekuasaannya.
5) Barang itu hendaklah di ketahui oleh
pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuk dan kadarnya,
maupun sifat-sifatnya.
Syarat bagi nilai tukar
barang yang dijual :
1) Harga jual yang disepakati penjual dan
pembeli harus jelas jumlahnya.
2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan
pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya menggunakan cek
atau kartu kredit.
3) Apabila jual beli dilakukan secara barter
atau Al-Muqayadah, maka nilai tukarnya tidak boleh dengan barang haram.
c. Khiyar
Khiyar ialah hak
memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual-belinya atau membatalkan
karena adanya suatu hal. Hukum Islam membolehkan hak khiyar agar tidak terjadi
penyesalan bagi penjual maupun pembeli.
Adapun khiyar itu
bermacam-macam, yaitu :
1) Khiyar majelis ialah khiyar yang
berlangsung selama penjual dan pembeli masih berada di tempat jual beli.
2) Khiyar syarat ialah khiyar yang dijadikan
sebagai syarat pada waktu akad jual beli. Khiyar syarat dibolehkan dengan
ketentuan tidak boleh lebih dari tiga hari tiga malam semenjak akad.
3) Khiyar ‘aib (khiyar cacat) maksudnya
pembeli mempunyai hak pilih, untuk mengurungkan akad jual belinya karena
terdapat cacat pada barang yang dibelinya.
d. Macam-macam Jual Beli
Jual beli dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang, antara lain :
1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang
yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun
dan syaratnya.
2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah
(batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya atau jual beli
itu pada dasr dan sifatnya tidak disyariatkan. Contoh :
- Jual beli sesuatu yang termasuk najis
- Jual beli air mani hewan ternak
- Jual beli yang mengandung unsur kecurangan
dan penipuan.
3) Jual beli yang sah tapi terlarang
(fasid), terjadi karena sebab-sebab berikut:
- Merugikan si penjual
- Mempersulit peredaran barang
- Merugikan kepentingan umum
2. Simpan Pinjam
Rukun dan syarat pinjam
meminjam menurut hukum Islam adalah sebagai berikut :
1) Yang berpiutang dan yang berutang,
syaratnya sudah balig dan berakal sehat. Yang berpiutang, tidak boleh meminta
pembayaran melebihi pokok piutang. Sedangkan peminjam tidak boleh melebihi atau
menunda-nunda pembayaran utangnya.
2) Barang (uang) yang diutangkan atau
dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian utang atau
pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang
mengembalikan lebih dari pokok hutangnya.
3. Ijarah
a. Pengertian
Ijarah berasal dari
bahasa Arab yang artinya upah , sewa, jasa, atau imbalan. Definisi ijarah
menurut ulama mazhab Syafi’I adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat
yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b. Dasar Hukum Ijarah
Dasar hukum ijarah berasl dari
Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah Q.S
Az-Zukhruf, 43:32, Q.S At-Talaq, 65:6, Q.S Al-Qasas, 28:26.
Allah SWT berfirman
dalam Q.S Al-Qasas, 28:26 :
ôMs9$s% $yJßg1y‰÷nÎ)
ÏMt/r’¯»tƒ çnöÉfø«tGó™$# ( žcÎ) uŽöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó™$# ‘“Èqs)ø9$#
ßûüÏBF{$# ÇËÏÈ
Artinya :
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:
“Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena
Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”.
Hadist yang dijadikan
dasar hukum ijarah adalah hadist dari Ibnu Umar r.a yang artinya “Berikanlah
upah/ jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya” (H.R.
Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani, dan Tirmizi).
c. Macam-macam Ijarah
1) Ijarah yang bersifat manfaat, seperti
sewa-menyewa. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk
dipergunakan, maka ulama fikih sepakat boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
2) Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah
dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
d. Rukun dan Syarat Ijarah
Syarat-syarat akad
(transaksi) Ijarah adalah sebagai berikut :
1) Kedua orang yang bertransaksi sudah balig
dan berakal sehat.
2) Kedua pihak bertransaksi dengan kerelaan,
artinya tidak terpaksa atau dipaksa.
3) Barang yang akan disewakan diketahui
kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
4) Objek ijarah bisa diserahkan dan
dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5) Objek ijarah merupakan sesuatu yang
dihalalkan syara’.
6) Hal yang disewakan tidak termkasuk suatu
kewajiban bagi penyewa.
7) Objek ijarah adalah sesuatu yang bisa
disewakan.
8) Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus
jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Rukun-rukun ijarah
menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut :
1) Orang yang berakal
2) Sewa/ imbalan
3) Manfaat
4) Sigat atau ijab Kabul
e. Berakhirnya Akad Ijarah
Karena ijarah bersifat
mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan, maka
hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut :
1) Objek ijarah hilang atau musnah.
2) Habisnya tanggang waktu yang disepakati
dalam akad/ taransaksi ijarah.
D. Kerjasama Ekonomi
dalam Islam
1. Syirkah
Syirkah berarti
perseroan atau persekutuan, yaitu pearsekutan antara dua orang atau lebih yang
bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang keuntungan atau hasilnya
untuk mereka bersama.
Termasuk syirkah yang
sesuai dengan ketentuan syara’, apabila syirkah itu dilaksanakan dengan niat
ikhlas karena Allah, sabar, tawakal, jujur, saling percayaantara sesama anggota
syarikat, dan bersih dari unsur-unsur kecurangan atau penipuan.
Syirkah dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
a. Syarikat harta (syarikat ‘inan)
Syarikat harta yaitu akad dari
dua orang atau lebih untuk berkongsi pada harta yang ditentukan dengan maksud
untuk memperoleh keuntungan. Adapun rukun dalam syarikat harta itu adalah :
1) Sigat atau lafal akad (ucapan perjanjian)
2) Angota-angota syarikat
3) Pokok atau modal dan pekerjaan
Dalam kehidupan modern,
bentuk daripada syarikat harta misalnya Firma, C.V (Commanditaire Venootschaf),
P.T (Perseroan Terbatas).
Syarikat kerja
Syarikat kerja adalah gabungan
dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis pekerjaan dengan
ketentuan bahwa hasil dari pekerjaan dibagikan kepad seluruh anggota syarikat
sesuai dengan perjanjian.
Manfaat syarikat kerja
adal;ah sebagai berikut :
1) Menjalin hubungan persaudaraan, khususnya
sesama anggota syarikat.
2) Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan
kesejahteran anggota syarikat.
3) Menyelesaikan dengan baik
pekerjaan-pekerjaan besar.
4) Melahirkan kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, dalam bidang ekonomi, dan kebudayaan, serta bidang
keamanan dan pertahanan.
2. Mudarabah
Menurut istilah, mudarabah atau
qirad adalah pemberian modal dari pemilik modal kepada seseorang yang akan
memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung-rugi ditanggung bersama
sesuai dengan perjanjian antara keduanya pada waktu akad. Hukum melakukan
mudarabah itu dibolehkan (mubah), bahkan dianjurakan oleh syara’ karena di
dalamnya terdapat unsure tolong-menolong dalam
kebaikan.
Rukun dalam mudarabah
atau qirad adalah :
1) Muqrid (pemilik modal) dan muqtarid (yang
menjalankan modal), hendaknya sudah balig, berakal sehat dan jujur.
2) Uang atau barang yang dijadikan modal
harus diketahui jumlahnya.
3) Jenis usaha dan tempatnya hendaknya disepakati bersama.
4) Besarnya keuntungan bagi masing-masing
pihak, hendaknya sesuai dengan kesepakatan pada waktu akad.
5) Muqtarid
hendaknya bersikap jujur (amanah).
3. Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah
a. Muzara’ah dan
Mukhabarah
Muzara’ah ialah paruhan
hasil sawah atau ladang antara pemilik dan penggarap, sedangkan benihnya
berasal dari pemilik. Jika benihnya berasal dari penggarap disebut mukhabarah.
Muzara’ah dan
mukharabah diperbolehkan dalam Islam dan sesuai dangan ketentuan syara’ dalam
pelaksaannya tidak ada unsur kecurangan dan pemaksaan. Ketentuan yang harus
dipenuhi dalam Muzara’ah dan mukharabah yaitu :
1) Pemilik dan pengarap harus balig, berakal
sehat, dan amanah.
2) Ladang yang digarap betul-betul milik
orang yang menyerahkan ladangnya untuk digarap.
3) Hendaknya ditentukan lamanya masa
pengarapan.
4) Pembagian hasil ditentukan berdasarkan
musyawarah antara dua belah pihak.
5) Kedua belah pihak hendaknya menaati
ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama.
b. Musaqah
Musaqah adalah paruhan hasil kebun
antara pemilik dan penggarap yang besar bagian masing-masingnya sesuai dengan
perjanjian pada saat akad.
Ada hadist yang
menyebutkan bahwa Rasulallah SAW pernal melaksanakan Musaqah. Berikut kutipan
arti hadist tersebut :
“Dari Ibnu Umar :
‘Sesungguhnya Nabi SAW telah menyerahkan kebun miliknya, kepada penduduk
Khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian, mereka akan diberi
sebagian dari hasilnya baik dari buah-buahan atau hasil tanaman (palawija).”
(H.R. Muslim)
4. Sistem Perbankan yang Islami
Sistem perbankan yang Islami maksudnya adalah system perbankan yang berdasar dan sesuai dangan ajaran Islam yang dapat dirujuk pada Al-Qur’an dan Hadist. Sistem perbankan yang Islami dikelola oleh Bank Syariah, yaitu lembaga yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran, serta peredaran uanng yang pengoperasiannya disesuaikan dengan syariat Islam.
5. Sistem Asuransi yang Islami
Menurut bahasa, kata
asuransi (Arab : At-Ta’min) berarti pertanggungan. Sedangkan menurut istilah
asuransi adalah akad antara penanggung dan yang mempertanggungkan sesuatu.
Ulama fikih sepakat
bahwa asuransi dibolehkan dangan catatan cara kerjanya sesuai dengan ajaran
Islam, yaitu ditegakkannya prinsip keadilan, dihilangkannya unsur maisir
(untung-untungan), perampasan hak dan kezaliman serta bersih dari riba.
Terima kasih ilmu tentang asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam, sangat membantu sekali untuk orang awam seperti saya
BalasHapus